4 Raperda Dibahas Dalam Pansus DPRD
Sebelumnya pada 11 Juli yang lalu, Bagian Hukum Setda Kabupaten Belitung mengundang institusi terkait dengan rencana penyertaan modal Pemkab Belitung yakni Bank Pembangunan Daerah Sumsel (BPD SS), Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) dan Perusahaan Belitung Mandiri untuk membahas hasil penyusunan Draft Perda tentang Penyertaan Modal yang sebelumnya penyertaan modal didasarkan pada Perda tentang APBD (Wartapraja, 17 Juli 2008).
Empat Raperda yang dibahas dalam Rapat Paripurna pada hari Selasa, 7 Oktober yakni Raperda tentang pernyataan Modal Daerah pada Bank Sumsel, Raperda pernyataan Modal Daerah pada PT.Belitung Mandiri, Raperda Pernyataan Modal Daerah pada PDAM. Alokasi dana penyertaan modal yang diserahkan pemda masing-masing kepada Bank Pembangunan Daerah Sumatera Selatan (BPDSS) sebesar Rp.3 milyar, PT.Belitung Mandiri sebesar Rp.2 milyar dan Perusahaan Daerah Air Minum sebesar Rp.398 juta.
Penyertaan modal ini diharapkan dapat meningkatkan kinerja pelayanan umum di bidang air minum oleh perusahaan daerah. Sedangkan Raperda tentang pernyataan Modal Daerah kepada PT.Belitung Mandiri menekankan pengendalian pengunaan dana dan pengelolaan kinerja oleh perusahaan daerah. Sehingga beberapa klausal Raperda menenkan adanya mekanisme evaluasi” kata Robert S.Sos,MSi Kabid Ekonomi dan Penanaman Modal Bappeda dan PM Kabupaten Belitung.
Kabag Hukum Setda Kabupaten Belitung Achmad Zainal,SH melalui Imam Fadli, SH menjelaskan selama ini penyertaan modal Pemkab Belitung mengacu pada Perda APBD seharusnya dituangkan dalam Perda tersendiri sesuai dengan ketentuan UU nomor 1 /2004 tentang Perbendaharaan Negara.
Sedangkan Raperda tentang Kewenangan Kabupaten Belitung secara prinsip sudah disepakati tetapi perlu pendalaman materi mengenai kewenangan Pemkab dalam bidang pertanahan. Karena itulah rapat paripurna di Ruang Sidang DPRD Kabupaten Belitung akhirnya memutuskan untuk menunda pembahasan agar dapat dihadiri pihak Badan Pertanahan Nasional di Kabupaten Belitung ataupun ke Departemen Dalam Negeri atau BPN di Jakarta dan pihak terkait lainnya.
Kewenangan Organisasi
Dalam PP No.41 tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah disebutkan Dasar utama penyusunan perangkat daerah dalam bentuk suatu organisasi adalah adanya urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah, yang terdiri dari urusan wajib dan urusan pilihan, namun tidak berarti bahwa setiap penanganan urusan pemerintahan harus dibentuk ke dalam organisasi tersendiri. Dengan perubahan terminologi pembagian urusan pemerintah yang bersifat konkuren berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, maka dalam implementasi kelembagaan setidaknya terwadahi fungsi-fungsi pemerintahan tersebut pada masing-masing tingkatan pemerintahan.
Dalam Pasal 47 dijelaskan (1) Untuk meningkatkan dan keterpaduan pelayanan masyarakat di bidang perizinan yang bersifat lintas sektor, gubernur/bupati/walikota dapat membentuk unit pelayanan terpadu. (2) Unit pelayanan terpadu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan gabungan dari unsur-unsur perangkat daerah yang menyelenggarakan fungsi perizinan. (3) Unit pelayanan terpadu didukung oleh sebuah sekretariat sebagai bagian dari perangkat daerah. (4) Pedoman organisasi dan tata kerja unit pelayanan terpadu ditetapkan oleh Menteri setelah mendapat pertimbangan dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendayagunaan aparatur negara.
“Kewenangan akan menjadi dasar terbentuknya organisasi, jika terjadi ketidaksesuaian antara kewenangan dan kelembagaan ini akan menyulitkan proses evalusasi kinerja aparatur pemerntah itu sendiri” kata Robert.
Jika dilihat dari mekanisme pelaksanaan kewenangan di bidang penanaman modal maka unsur ketidaksesuaian perlu dicermati lebih lanjut. Bebeberapa perizinan dikelola oleh Pelayanan Terpadu Satu Pintu (Kantor PTSP) sementara pelayanan penanaman modal yang juga terkait dengan proses perizinan masih menjadi kewenangan Bapeda dan PM. Kondisi ini seringkali menimbulkan kebingungan. Satu sisi nomenklatur lembaga pelayanan satu pintu itu identik dengan terkonsentrasinya proses pelayanan publik tetapi disisi lain proses perizinan itu masih tersebar dibeberapa lembaga. Hal ini bukan tidak mungkin akan berdampak pada proses penetapan Raperda Kewenangan nantinya.
“ Dengan keterlibatan pemerintah pusat (Depdagri dan BPN Pusat), tampaknya pembahasan Raperda Kewenangan akan membutuhkan waktu yang cukup panjang” kata Robert usai mengikuti Rapat Pansus Raperda.
Sejak dibahas di tingkat eksekutif (11/7), proses pembahasan empat Raperda telah berjalan hampir empat bulan. Hasil kerja pansus ini diharapkan dapat ditindaklanjuti di tingkat Paripurna yang rencananya akan diselenggarakan pada tanggal 15 Oktober yang nanti. (fithrorozi)
Sumber:
Berita Lainnya